Persembahan Untuk Ustadz Firanda dan Agen-agen Fitnah Timur Tengah!
Abusalafy Bangga Dituduh Syi’ah Rafidhah
Akhir-akhir ini beberapa kalangan Salafi Wahabi seperti juga Firanda; ustadz kebanggan Salafi Wahhâbi semakin menggencarkan tuduhan bahwa abusalafy adalah Syi’ah Rafidhah, dengan tujuan yang tidak asing lagi bagi Anda yang memahami lika-liku para Misionaris Salafi Wahabi dalam upaya mereka menyudutkan siapapun yang berani membongkar dan mengkritisi ajaran Salafi Wahabi… kendati tidak ada bukti yang bisa mereka ajukan untuk mendukung tuduhan itu, mereka tetap saja mengencarkan arus tuduhan tersebut dengan harapan dapat terbentuk opini bahwa abusalafy adalah Syi’ah Rafidah dan akhirnya harus dicurigai dan bahkan dikafirkan!
Sepanjang yang saya ingat bahwa tuduhan mereka itu hanya mereka bangun di atas beberapa alasan, di antaranya, (1) abusalafy keras sikapnya terhadap Ibnu Taimiyah dan bahkan sampai-sampai menghujat dan membongkar penyimpangannya. (2) abusalafy, berani membongkar kedok kefasikan, kemunafikan dan penyimpangan Mu’awiyah, Abu Sufyan dan musuh-musuh Alllah dan Rasul-Nya, khususnya dari keluarga bani Umayyah.
Setelah lama membiarkan tuduhan palsu itu dan hanya menanggapinya sekedarnya saja dalam tanggapan saya atas komentar sebagian pengunjung dan dengan beberapa artikel pendek, kini saya merasa perlu memberikan tanggapan yang akan dapat membuktikan kepalsuan tuduhan tersebut dan sekaligus dapat membentengi Ahlusunnah dari upaya adu-domba yang menjadi agenda besar musuh-musuh Allah dan agama ini.
Di Balik Tuduhan Seseorang Sebagai Syi’ah Rafidhah
Tidaklah samar bagi kita semua bahwa tujuan di balik dilancarkannya tuduhan terhadap seseorang sebagai Syi’ah Rafidhah tidak sekedar untuk menunjukkan jati diri dan identitas kemazhaban seseorang akan tetapi lebih dimaksud sebagai kecaman, pembunuhan karakter dan intimidasi intelektual dan teror sosial… seperti yang dialami para ulama besar Ahlusunnah seperti Imam Syafi’i, Imam Nasa’i, Imam al Hakim dan puluhan lainnya. Tujuannya jelas agar umat Islam segera mencurigai semua penukilan/periwayatannya, analisanya dan ijtihadnya bahkan meragukan keislaman dan keimanannya…
Dan agar semua menjadi tau kelicikan musuh-musuh Allah dan rasul-Nya dari melemparkan tuduhan seperti itu, maka saya ajak Anda wahai saudaraku Ahlusunnah (dan juga saudaraku yang selama ini menjadi korban pembodohan dan pembutaan misionaris Salafi Wahabi yang banyak mengeliat di bumi pertiwi tercinta ini) untuk meneliti dan mencermati apa sebenarnya Syi’ah dan Syi’aisme itu?
Siapa yang Disebut Syi’ah Itu?
Sebelum kita menelaah masalah di atas, saya katakan bahwa untuk mengetahui apakah seorang itu Syi’ah atau bukan tentunya ada mekanisme dan tolok ukur yang harus digunakan. Di sini paling tidak ada dua mekanisme yang dapat ditempuh:
Pertama, dengan merujuk keterangan para ulama yang membicarakan berbagai sisi kehidupan seseorang yang hendak diketahui identitas kemazhabannya, apakah ia seorang Syi’ah atau bukan? Dengan merujuk keterangan para ulama itu kita dapat mengenali jati diri seorang yang hendak kita kenali itu.
Kendati cara ini banyak digunakan dan baik untuk diandalkan, namun sepertinya masih kurang akurat… ia butuh dilengkapi dengan mekanisme kedua di bawah ini.
Kedua, Meneliti pendapat yang ia tuangkan dalam ucapan/tulisan dan/atau stitemen si alim yang hendak kita kenali jati diri kemazhabannya, apakah ia seorang Syi’ah atau bukan?
Tentunya, apabila terbukti ia meyakini dan berpendapat yang merupakan dasar pembeda mazhab Syi’ah dengan mazhab lainnya misalnya, maka kita dapat menjadikannya indikasi bahkan bukti bahwa ia adalah seorang Syi’ah…. Jika tidak kita temukan hal demikian maka tuduhan yang kita lontarkan kepadanya adalah tidak berdasar… bisa-bisa palsu dan tendensius!
Nah, sekarang, keyakinan apa sebenarnya yang membedakan Mazhab Syi’ah dengan selainnya, itu yang harus kita ketahui terlebih dahulu… baru setelahnya kita boleh melontarkan pendapat kita, sebab jika tidak pasti kita seperti orang yang hanya pandai menebak-nebak apa isi dalam karung, kucing, atau kelinci? Dan, sayangnya ini yang sering terjadi… orang asal melontarkan tuduhan tanda dasar yang dapat dipertanggung-jawabkan.
Dasar keyakinan yang membedakan Syi’ah dengan mazhab lainnya tentunya sudah maklum bagi kita semua (kecuali yang memang tidak mau tau dan lebih senang menutup mata dan menyumbal telinganya dari menerima informasi segar lagi sehat) … yaitu keyakinan mereka bahwa sepeninggal Rasulullah saw. Ali bin Abi Thalib ra adalah Khalifah yang beliau tunjuk bedasarkan nash/penunjukan Allah SWT dan sepeninggal beliau akan dilanjutkan oleh Imam Hasan lalu Imam Husain dan setelahnya oleh kesembilan keturunan al Husain secara berurutan yang dalam keyakinan mereka telah disabdakan Nabi saw. dalam hadis tentang kedatangan/keberadaan dua belas Khalifah/Imam/Amîr yang juga diriwayatkan oleh para ahli hadis di antaranya adalah Ahlusunnah seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad. Dan para penguasa yang datang setelah Nabi saw. selain yang meraka yakini di atas adalah tidak sah!
Lalu dalam hal pengambilan sumber agama mereka hanya meyakini bahwa ajaran agama harus diambil dari para imam suci dari Ahlulbait Nabi saw. yang mereka yakini kemaksumannya dan tidak dari selain mereka!
Jika seseorang terbukti meyakini keyakinan di atas maka dapat dipastikan bahwa dia adalah seorang Syi’ah.
Demikian yang didefenisikan para ulama Ahlusunnah baik klasik maupun kontenporer, seperti Imam Syahrastâni dan Syeikh Abu Zuhra.
Imam Syahrastâni dalam kitab al-Milal wa an-Nihal mengatakan,“Syi’ah adalah mereka yang mendukung Ali dan menyakini imamah dan khilafah beliau berdasarkan nash dan wasiat, baik nash terang ataupun nash samar dan mereka meyakini bahwa imamah tidak akan keluar dari anak-cucu (keturunan) Ali dan kalau keluar maka itu dikerenakan adanya kezaliman dari pihak lain atau taqiyyah dari pemiliknya.”
Imam Abu Zuhrah berkata, “Pilar mazhab Syi’ah ialah apa yang disebutkan oleh Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya, ‘bahwa imamah bukan dari urusan (maslahat) umum yang dapat diserahkan kepada pandangan umat, pemegangnya ditetapkan berdasarkan penunjukan mereka. Akan tetapi ia adalah rukun (pilar) agama dan dasar Islam , maka tidak sepatutnya Nabi teledor tentangnya dan menyerahkannya kepada umat, beliau pasti menunjuk imam untuk umat. Dan imam itu ma’shum dari dosa besar dan dosa kecil .
Dan Syi’ah sepakat bahwa Ali bin Abi Thalib adalah khalifah yang dipilih Nabi saw. dan beliau adalah sahabat paling mulia.”
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa di antara para sahabat ada yang berpendapat seperti kaum Syi’ah dalam mengutamakan Ali di atas para sahabat lain …. .”[1]
M.Farid Wajdi dalam Insklopedi Islam abad dua puluh menyebutkan, “Syi’ah adalah orang-orang yang mendukung Ali dalam hal imamah dan meyakini bahwa imamah tidak akan keluar dari keturunan beliau. Mereka meyakini kema’shuman para imam dari dosa besar dan kecil….”[2]
Tiga Defenisi Syi’ah
Setelah Anda ketahui bersama bagaimana para ulama kita (Ahlusunnah) medefenisikan Syi’ah dan menjelaskan pokok dasar akidah mereka yang membedakan mazhab Syi’ah dari mazhab-mazhab lain (khususnya mazhab Ahlusunnah wal Jamâ’ah)… setelah itu saya ajak pembaca menyimak bagaimana bahwa defenisi ini telah mengalami penggeseran dari makna sesungguhnya. Defenisi Syi’ah ini mengalami evolusi sehingga terasa oleh kita bahwa yang semula defenisi itu dimaksudkna untuk mengenali jati diri mazhab/aliran tertentu yang dikenal dengan nama Syi’ah, kini ia berubah menjadi alat penghukum dan palu ketuk intimidasi yang ditujukan untuk memerangi Ahlulbait Nabi saw., khususnya Sayyidina Ali ra.
Kenyataan ini dapat Anda sarakan dengan mengikuti ulasan di bawah ini dengan meneliti tiga defenisi Syi’ah dan Syi’aisme yang disampaikan dengan napas tidak sehat, tendensius dan penuh intimidasi dan pembunuhan karakter.
Perhatikan tiga defenisi Syi’ah oleh musuh-musuh Syi’ah yang telah teracuni oleh virus kedengkian bani Umayyah terhadap Ahlulbait Nabi saw. atau mereka yang tertipu dengan propaganda jahat Mu’awiyah dan kaum Nashibi di bawah:
Defenisi Pertama:
“Syi’ahisme/tasyayyu’ adalah kecintaan kepada Ali dan mengutamakannya lebih dari sahabat lain. Maka barang siapa mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar berarti ia ekstrim dalam kesyi’ahannya, dan ia disebut juga dengan Rafidhi, kalau tidak (mengutamakan di atas Abu Bakar dan Umar) maka ia disebut Syi’ah. Dan jika disamping itu ia mencela atau menyatakan kebencian maka ia ekstrim dalam kerafidhiannya. Dan jika ia juga menggabungkannya dengan keyakinan akan raj’ah maka ia lebih ekstrim.”[3]
Abusalafy:
Defenisi di atas jelas sekali mengatakan bahwa sekedar kecintaan kepada Sayyidina Ali ra. dan mengutamakannya atas para sahabat (selain Sayyidina Abu Bakar dan Umar) sudah cukup alasan untuk menggolongkan seseorang sebagai Syi’ah. Adapun jika ia mengutamakan Sayyidina Ali ra atas Sayyidina Abu Bakar dan Umar ra. maka ia tergolong Syi’ah Ekstrim alias Rafidhi!
Tentunya defenisi ini cukup riskan untuk diterima sebab ia membawa kita menerima konsekuensi yang mungkin kita tidak sangggup menerimanya. Sayyid/Habib Muhammad ibn Aqil ibn Yahya Al Alawi Asy Syâfi’i menyoroti pendefenisian Ibnu Hajar di atas dengan mengatakan:
“Berdasarkan pendefenisian itu maka semua pecinta Ali yang mengutamakannya atas Syaikhain (Abu Bakar dan Umar) adalah kaum Rawafidh dan semua yang mencintainya dan mengutamakannya atas selain Syaikhain adalah Syi’ah. Dan kedua kelompok ini adalah cacat keadilannya. Maka atas dasar ini jumlah yang banyak dari kalangan sahabat mulia seperti Miqdad, Zaid ibn Arqam, Salman, Abu Dzar, Khabbab, Jabir, Abu Said al Khudri, Ammar, Ubai ibn Ka’ab, Hudzaifah, Buraidah, Abu Ayyub, Sahal ibn Hunaif, Utsman ibn Hunaif, Abu Al Haitsam ibn Tayyahaan, Khuzaimah ibn Tsabit, Qais ibn Sa’d, Abu Thufail Amir ibn Watsilah, Al Abbas ibn Abdul Muththalib dan seluruh putranya, seluruh keluarga besar Bani Hasyim dan Bani Al Muththalib dan banyak kalangan lain selain mereka… mereka semua adalah Rawâfidh karena mereka mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar dan karena kecintaan mereka kepada Ali. Dan tergolong bersama mereka dari kalangan tabi’in dan tabi’ut tabi’in (generasi setelah tabi’in) dari pembesar para ulama dan ini umat jumlah yang tidak sedikit, dan di antara mereka terdapat para pendamping Al qur’an. Dan -demi Allah- mencacat keadilan mereka akan mematahkan punggung (merusak agama)…”[4]
Dan dengan memerhatikan apa yang dikatakan Ibnu Khaldun yang telah saya sebutkan sebelumnya makin jelaslah apa yang dikatakan Habib Muhammad bin Aqil bin Yahya al Alawi. Sebab memang kenyataannya tidak sedikit sahabat, para tokoh ulama generasi Tâbi’în dan selainnya yang meyakini keutamaan Sayyidina Ali atas para sahabat termasuk dua Khalifah pendahulu beliau!
Kenyataan ini sedemikian jelas dalam sejarah, sehingga para ulama pun menegaskannya.
Adz Dzahabi (yang dikenal kurang simpatik kepada Sayyidina Ali dan hadis-hadis keutamaan beliau ra.) dalam Siyar A’lâm Al Nubalâ’nya menegaskan kenytaan tersebut bahwa banyak dari kalangan sahabat dan tabi’in yang meyakini keutamaan Ali atas para sahabat lain![5]
Dan dalam kitab al Isti’âb-nya, Imam Ibnu Abdil Barr juga menegaskan hal yang sama ia mengatakan bahwa telah diriwayatkan dari sekelompok sahabat, seperti Salmân, Jâbir, Miqdad, Abu Dzar dkk. penegasan bahwa mereka mengutamakan Ali atas para sahabat lain![6]
Lalu apakah mereka semua kita katakan Syi’ah dan akan kita tuduh meyakini hal BID’AH! Sebab defenisi di atas disebutkan Ibnu Hajar dalam rangka menyebutkan keyakinan-keyakinan bid’ah lagi sesat yang dapat mengugurkan keadilan seorang parawi hadis!
Akankah kita mengatakan bahwa kecintaan kepada Sayyidina Ali dan mengutamakan beliau atas Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar adalah BID’AH?! Padahal kita mengetahui bahwa masalah ini adalah diperselisihkan di kalangan para sahabat dan ulama generasi Tâbi’în dan setelahnya?!
Dengan kita membenarkan defenisi di atas pasti akan banyak yang menjadi korban ketidak adilan!
Defenisi Kedua:
Adz Dzahabi ketika menyebutkan biodata kehidupan Abân bin Taghlib (salah seorang parawi yang ia sifati dengan Syi’iyyun Jalad/Syi’ah tulen yang shadûq/jujur, ia membuat pertanyaan yang kemudian ia jawab sendiri, ‘Bagaimanakah seorang Syi’ah dapat ditsiqahkan/ditetapkan kejujurannya? Sementara batasan ketsiqahan adalah keadilan dan kekokohan dalam periwayatan?! Lalu bagaimana seorang penyandang BID’Ah dapat diakatakan ADIL?
Maka jawabnya adalah bahwa Bid’ah itu ada dua tingkatan, Bid’ah shughrâ/kecil seperti Syi’ah Ekstrim atau Syi’ah tanpa Ekstrimisme! Dan yang demikian itu banyak terdapat di kalangan para Tâbi’în dan generasi setelahnya disamping mereka itu menjaga agama, kewara’an dan kejujuran, ash shidq. Dan andai hadis-hadis riwayat mereka itu dibuang pastilah akan hilang banyak Sunnah Nabi dan ini adalah kerusakan dalam agama!
Kedua, Bid’ah Kubrâ/ Bid’ah Besar, seperti kerafidhian lengkap dan ketulenan dalam kesyi’ahan serta menjatuhkan Abu Bakar dan Umar ra. dan menyeru kepadanya. Kelompok ini tidak dapat dijadikan hujjah dan tidak ada kemuliaan pada mereka!”
Setelahnya, adz Dzahabi melanjutkan mendefenisikan Syi’ah itu apa? Ia berkata, “Syi’ah Ghâli/Syi’ah Ekstrim di zaman Salaf dan menurut defenisi mereka adalah: Orang yang membicarakan Utsman, Zubair, Thalhah dan Mu’awiyah serta sekelompok yang memerangi Ali ra. dan mencela mereka. Sedangkan di zaman kita dan menurut defenisi kita yang disebut Syi’ah Ekstrim adalah: yaitu orang yang mengafirkan mereka semua dan berbarâ’ah/berlepas diri dari Abu Bakar dan Umar. Orang seperti ini adalah Dhâllun/sesat. Dan Abân bin Tanghlib tidak seperti itu, ia tidak menyebut-nyebut Abu Bakar dan Umar. Akan tetapi ia meyakini bahwa Ali lebih afdhal/utama atas keduanya.”[7]
Abusalafy:
Dari keterangan adz Dzahabi di atas jelas pula bagi kita bahwa sekedar seorang itu bermusyâya’ah kepada Sayyidina ali ra. kendati kesyi’ahannya tidak dibarengi dengan ghuluw/keekstriman adalah sebuah BID’AH! Walaupun orang tersebut tidak meyakini kemakshuman dan nash penunjukan atas Ali ra. sebagai Khalifah dan Imam sepeninggal Nabi saw.! tentunya walaupun semangat kesyi’ahannya itu dimotivasi oleh sabda Nabi saw. “Hai Ali tiada mencintaimu melainkan seorang Mukmin dan tiada membencimu melainkan orang munafik.” Adapun jika kesyi’ahannya itu ia sertai dengan membicarakan Utsman, Zubair, Thalhah dan MU’AWIYAH dan mereka yang memerangi Ali maka ia digolongkan Syi’ah Ghâli/Ekstrim! Sementara ‘membecarakan’ tidak mesti disertai dengan kecaman apalagi cacian! Karena boleh saja orang itu sekedar menyalahkan sikap dan tindakan mereka ketika mereka memerangi Sayyidina Ali ra.; Khalifah yang sah menurut Islam!
Defenisi Ketiga:
Defenisi ketiga yang saya maksud adalah sesuai yang dikatakan dan tentunya juga diyakini oleh Ibnu Taimiyah. Kendati ia tidak sedang mendefenisikan apa Syi’ah, tapi dapat dimengerti bahwa Syi’ah itu dalam pandangan Ibnu Taimiyah itu apa?
Ketika membantah hadis Thair/Burung yang diajukan al Hilli (salah seorang ulama Syi’ah) sebagai dalil imamah Sayyidina Ali ra. sebab hadis itu menunjukkan Ali lebih utama dari seluruh sahabat dan yang lebih utama itu lebih berhak menjabat sebagai Khalifah! Maka Ibnu Taimiyah membantahnya dengan mengatakan:
A) Hadis itu palsu menurut para ulama ahli hadis yang mendalami ilmu penukilan.
B) Dan para ulama yang menukilnya dalam kitab-kitab mereka itu hanya sekedar untuk mengetahuinya saja bukan dalam rangka mengakui keshahihannya.
C) Ibnu Taimiyah juga menukil dari al Hakim bahwa ia berkata tentang hadis tersebut, ‘Lâ yashihhu/ia tidak shahih!’
Untuk poin ketiga ini Ibnu Taimiyah berkomentar, “Demikianlah ucapan al Hakim! Padahal al Hakim itu tergolong Syi’ah/mansûbun ila at tasyayyu’.
Agar Anda mengerti lebih jelas apa yang dimaksud dengan Tasyayyu’/kesyi’ahan menurut Ibnu Taimiyah perhatikan ketarangannya lebih lanjut, “Dan Tasyayyu’-nya al Hakim dan yang semisalnya dari para ahlil ilmi/para ulama seperti an Nasa’i dan Ibnu Abdil Barr dan yang semisalnya tidak sampai mengutamakan Ali di atas Abu Bakar dan Umar. Dan tidak ada di kalangan Ahli Hadis/ulama hadis yang mengutamakan Ali di atas keduanya. Tetapi puncak kesyi’ahan mereka adalah mengutamakan Ali di atas Utsman. Atau membicarakan Utsman atau berpaling dari menyebut-nyebut kebaikan orang yang memerangi Ali dan yang semisalnya, ...”[8]
Abusalafy:
Dari keterangan Ibnu Taimiyah di atas terlihat jelas bahwa Syi’ahisme itu menurutnya adalah kecintaan kepada Sayyidina Ali ra. dan kesyi’ahan para ulama hadis seperti Imam al Hakim, Ibnu Abdil Barr dan semisalnya adalah sebatas mengutamakan Sayyidina Ali ra atas Khalifah Utsman ra. atau berpaling dari menyebut kebaikan/mahâsin orang-orang yang memerangi Sayyisana Ali ra. Sekali lagi, bukan mengecam atau menghujat mereka!! Sekedar berpaling dari menyebut kebaikan-kebaikan musuh-musuh Sayyidina Ali ra. Perhatikan poin ini baik-baik!
Dengan memerhatikan dan meneliti tiga pendefenisian tasyayyu’ di atas menjadi jelaslah latar belakang pemikiran yang mendasarinya yang atasnya mereka menuduh para ulama Islam (yang jelas-jelas Ahlusunnah, bukan ahli bid’ah atau dari mazhab lain) sebagai Syi’ah dan kemudian dengan dasar tuduhan itu para ulama itu diintimidasi, dikecam dan digugurkan keadilannya dan serta seluruh periwayatan mereka patut dicurigai bahkan harus dibuang atau paling tidak ‘dimeja hijaukan’!
Ya, semua tuduhan kesyi’ahan itu mereka alamatkan kepada para ulama Islam Ahlusunnah dengan pendefenisian kesyi’ahan yang mereka buat-buat sendiri yaitu sekedar KECINTAAN DAN BERMUSYÂYA’AH/MEMBELA Sayyidina Ali ra. walaupun tidak disertai dengan kecamana, hujtan serta cacian! Ya, hanya sekedar kecintaan dan keengganan menyebnut-nyebut keutamaan musuh-musuh Ali yang telah mengobarkan api peperangan memberontak kekhalifahan yang sah.
Dengan demikian, sejak awal saya katakan bahwa abusalafy tidak pernah merasa terkejut dengan tuduhan para Misionaris Salafi Wahhabi bahwa abusalafy adalah Syi’ah! Sebab dalam pandangan para Salafi Wahhâbi (yang nyata-nyata sebagai mukallid buta Ibnu Taimiyah dalam kesesatannya, khususnya dalam sikapnya terhadap Sayyidina Ali ra.) siapapun yang tidak sudi menyebut kebaikan Mu’awiyah (itupun tentunya jika ada kebaikan padanya) adalah sudah cukup bukti bagi mereka untuk menuduh abusalafy sebagi Syi’ah Rafidhah! Dan karena abusalafy tidak sudi menyebut kebaikan Mu’awiyah (karena memang tidak ada kebaikan padanya, yang ada hanya kejahatan, kefasikan dan kemunafikan dengan segala sisi buruknya) dan tidak sudi pula menyebut-nyebu hadis-hadis keutamaan Muawiyah (karena memang telah diijma’kan para ulama dan para huffâdz besar Ahlusunnah, tidak ada satu pun hadis keutamaan Mu’awiyah yang shahih, semuanya adalah dusta dan kepalsuan belaka! Sebagaimana telah berkali-kali saya buktikan) maka abusalafy harus divonis sebagai Syi’ah Rafidhah! Ya harus divonis sebagai Syi’ah Rafidhah agar para Misionaris Salafi Wahhâbi itu dengan mudah membodohi kaum awam Salafi (dan rata-rata mereka adalah kaum awam yang sangat muallaf intelektual) dan agar mereka dapat dijauhkan dari pencerahan yang sedang dilakukan oleh abusalafy dengan membongkar berbagai kedok kepalsuan klaim dan ajaran Wahhabi yang sekarang berkedok dengan nama Salafi!!
Terima kasih untuk kalian wahai saudara-saudaraku kaum Salafi Wahhâbi atas kebaikan kalian mengakui abusalafy sebagai musuh gembong kaum munafik dan Imam kelompok penganjur ke dalam api neraka!
Fitnah Salafi Itu Bukan Hal Baru!
Fitnah bahwa kecintaan kepada Sayyidina Ali dan Ahlulbait Nabi saw. adalah kesyi’ahan dan ia adalah bid’ah dan akan menyebabkan penyandangnya dikecam, diintimidasi, dikucilkan dan bahkan dibunuh bukanlah hal baru. Ia adalah hembusan panas busuk bani Umayyah utamanya Mu’awiyah yang memimpin dunia Islam dengan mengtatas-namakan agama dan dengan menjalankan politik Fir’aun dan fir’aunisme untuk meracuni pikiran umat Islam. Sampai-sampai sebagian umat Islam meyakini bahwa sekedar kecintaan kepada keluarga nabi mereka sendiri… kepada Sayyidina Ali ra., Siti Fatimah as., Sayyidina Hasan ra. dan Sayyidina Husain ra. adalah bid’ah dan kesesatan yang penyandangnya harus dihukum… dimusuhi bahkan kalau perlu harus dimusnahkan!
Inilah kenyataan pahit yang terjadi… dan semuanya yang harus pertanggung jawab adalah Mu’awiyah dan para pemimpin sesat dan tiran dari bani Umayyah keturuna pohon terkutuk dalam Al Qur’an!
Kesesatan itu terus berlanjut hingga zaman Imam kita, Imam Syafi’i dan tentunya terus berlanjut hingga zaman kita ini. Dan beliau telah menjadi korban kebiadaban fitnah itu yang bertujuan menghancurkan kepribadian dan nama baik beliau di tengah-tengah masyarakat Islam dewasa itu dan agar suara-suara merdu yang mengajak umat Islam mencintai keluarga, Ahlulbait Nabi saw. dapat dibungkam. Tetapi beliau dengan tegar menghadapinya dan membongkar kejahatan para penuduh itu, beliau mengabadikan tuduhan itu dengan bait-bait syair masyhur beliau. Di antaranya adalah sebagai berikut:
.
إنْ كانَ رَفْضًا حُبُّ آلِ محمد ** فليَشْهَدِ الثقلاَنِ أَنَّيْ رافِضِيْ
Jika mencintai keluarga Muhammad itu kerafidhian,maka hendaknya manusia dan jin menyaksikan bahwa aku adalah seorang Rafidhi
قَالُوا تَرَفَّضْتَ! قلتُ كَلاَّ *** ما الرُفْضُ دينِيْ وَ لاَ اعْتقادِيْ
و لـكِنْ تَوَلَّيْتُ دونَ شَكٍّ *** خيرَ إمامٍ و خيرَ هـاديِ
إنْ كـانَ حُبُّ الوَصِيِّ رَفْضًا *** فَـإِنَّنِيْ أَرْفَضُ العبادِ
Mereka berkata; kamu telah berfaham Rafidhi! Aku berkata: Tidak!
Kerafidhian bukan agamaku dan bukan keyakinanku.
Akan tetapi aku tanpa ragu berwilayah
kepada sebaik-baik Imam dan sebaik-baik pemberi petunjuk.
Jika mencintai washi (Ali) itu kerafidhian
maka ketahuilah bahwa aku paling rafidhinya manusia
Abusalafy:
Dari bait-bait syair Imam Syafi’i di atas dapat dimengerti dengan jelas bagaimana para musuh Allah, rasul-Nya dan Ahlulbait nabi-Nya telah menyebarkan isu sesat lagi menyesatkan bahwa kewcintaan kepada keluarga, Ahlulbait Nabi saw. adalah kerafidhian… adalah kesyi’ahan! Lalu bandingkan dengan apa yang dilakukan kaum Ektrimis Salafi Wahabi akhir-akhir ini… mereka segera menuduh sispapun yang berani menampakkan kecintaan dan dukungan serta pembelaannya kepada Khalifah Sayyidina Ali ra. sebaga Syi’ah Rafidhah!
Jadi semakin jelas siapa sejatinya mereka yang gemar menuduh para pecinta Ali dan Ahlulbait Nabi saw. sebagai Syi’ah Rafidhah… tidak lain dan tidak bukan adalah kaum Nashibi… kaum sesat… pelanjut misi sesat Mu’awiyah dan bani Umayyah terkutuk!
Dan bandingkan apa yang dikeluhkan Imam Syafi’i dengan defenisi pertama Syi’ah yang saya sebutkan di atas pasti Anda paham bahwa defenisi di atas adalah hasil pengaruh kesesatan bani Umayyah!
Kebencian Mereka Kepada Sayyidina Ali ra. Semakin Mengganas!
Sobat abusalafy yang cerdas dan kritis, ketahui bahwa keganasan kedengkian musuh-musuh Sayyidina Ali (yang tentunya, disadari atau tidak adala musuh Allah dan Rasul-Nya) tidak berhenti pada batas tertentu dari kegilaan sikap mereka… kalau para pendahulu mereka; Mu’awiyah dan kaum sesat yang memerangi dan melaknati Sayyidina Ali ra. telah menghunuskan padang dan mengobarkan api peperangan memberontak kekhalifahan yang sah, maka para pelanjut mereka telah mengobarkan peperangan dengan bentuk baru… dengan cara mereka sendiri.. mereka memerangi hadis-hadis shahih keutamaan Sayyidina Ali ra…. setiap ada upaya menyampaikan hadis-hadis suci Nabi saw. yang mengabadikan keutamaan dan keagungan Sayyidina Ali ra. sepontan mereka berontak dan menyerangnya dengan mulut busuk yang memuntahkan nanah-nanah kedengkian dan kemunafikan.. mereka segera memotong dan berkata, “Hentikan ini semua! Jangan disampaikan hadis-hadis yang pernah disabdakan Muhammad itu! Itu adalah hadis versi Syi’ah Rafidhah!”
Demikianlah yang terjadi… kemunafikan yang selama ini mereka pendam dalam rongga najis mereka itu tidak mampu mereka sembunyikan lagi… Akhirnya mereka tak mampu menyembunyikan keaslian jiwa mereka!
Demikian Imam kita, Imam Syafi’i mengisahkan kepada kita… bahwa fenomena kemunafikan seperti itu sudah tidak lagi asing terjadi… Mereka sudah menjadi srigala-srigala galak yang siap menerkam manggs lemahnya dengan taring-taring tajam kebencian kepada Nabi dan Ahlulbait beliau saw.
Sekali lagi, dalam bait-bait syairnya yang indah, Imam Syafi’i mengabadikan kondisi gelap itu. Al Baihaqi[9] meriwayatkan dari Rabi’ ibn Sulaiman (salah seorang murid Imam Syafi’i), dikatakan kepada Imam Syafi’i ra. bahwa ada banyak orang yang tidak sabar mendengar keistimewaan dan keutamaan Ahlulbait, jika ada seorang yang meriwayatkan, mereka menuduhnya sebagai seorang Rafidhi lalu mereka membelokkan dalam pembicaraan lain. Mendengar laporan itu Imam Syafi’i spontan menggubah bait-bait syair:
إذَا فِيْ مَجْلِسٍ ذَكَرُوا عَلِيًّا ** وَ سِبْطَيْهِ وَ فَاطِمَةَ الزَّكِيـَّةْ
وَ أَجْرَى بَعْضُهُمْ ذِكْرَ سِـواهُمْ ** فَأَيْـقِنْ أنَّهُ لِسَلِقْلِقِـيَّةْ
إذا ذَكَروا عليا مَـَعَ بَنـِيْهِ ** تَشـاغَلَ بالروَاياتِ العِلّية
و قال تَجـاوَزُوا يا قَوْمِ هذا ** فّهَذا مِنْ حديثِ الرافِضِيَّةْ
بَِرئْتُ إلىَ الْمُهَيْمِنِ مِنْ أُناسٍ ** يَرَوْنَ الرَّفْضَ حُبُّ الفاطِمِيةْ
عَلَى آلِ الرَّسُـولِ صلاةُ رَبِـيْ ** و لَعْـنَتُهُ لِتِلْكَ الجاهِلِيَّةْ
Jika disebuah majlis mereka menyebut-nyebut Ali, kedua putranya dan Fatimah yang harum,
lalu ada sebagian memalingkan membicarakan lainnya,
maka yakinlah bahwa orang itu adalah anak wanita yang haidh dari duburnya.
Jika Ali dan putra-putranya mereka sebut-sebut,orang itu sibuk dengan riwayat-riwayat sakit,
ia berkata:“tinggalkan hai kaum ini semua! Ini adalah hadis orang-orang Rafidhah.
Aku berlepas diri dari orang-orangyang memandang bahwa kecintaan kepada keturunan Fatimah adalah kerafidhian
Atas keluarga suci Rasul salam Tuhanku,dan semoga laknat kutukan-Nya atas kejahiliyahan itu!
.
Demikian;ah sobat abusalafy, jelaslah dari bait-bait di atas bahwa kebencian mereka begitu mendalam sehingga siapapun yang menyebut-nyebut hadis keutamaan Ahlulbait as. segera mereka dituduh sebagai Rafidhi dengan tujuan mengintimidasi agar kemudian dikucilkan oleh masyarakat Muslim. Dan sikap seperti itu banyak kita temukan pada sebagian muhaddis kita, mereka melontarkan berbagai tuduhan keji atas setiap perawi yang meriwayatkan hadis keutamaan Ahlulbait as..
Contoh Keganasan Kaum Nashibi Pendahlu Ekstrimis Salafi
Andai masalahnya berhenti hanya sampai di sini, mungkin para pecinta Ahlulbait as. dan perawi keutamaan mereka masih sangat beruntung. Tetapi ternyata, sebagiankaum Nashibi yang sudah sangat jauh dalam kesesatannya, mereka menyiksa -seperti juga para penguasa sanjungan mereka- siapapun yang berani-berani mempublikasikan secara luas hadis-hadis keutamaan Ahlulbait as., walaupun hanya sekedar hadis keutamaan! Kisah tragis yang dialami Imam an Nasa’i adalah saksi sejarah yang menyedihkan.
Di bawah ini akan saya sebutkan kisah itu:
Kisah Penyiksaan Imam Nasa’i
Para ulama melaporkan bahwa ketika Imam Nasa’i; Ahmad ibn Syu’aib (penulis kitab Sunan Kubra dan Sunan Shughra -salah satu dari enam kitab hadis Shahih kita Ahlusunah, dan buku-buku hadis lain) berkunjung ke kota Damaskus, ia menyaksikan bahwa penduduknya tenggelam dalam kecintaan kepada bani Umayyah, khususnya Mu’awiyah dan sangat membenci Ali dan Ahlulbait Nabi as., maka beliau menulis kitab Khashaish dan membacakannya secara umum di Masjid Jami’. Masyarakat di sana tidak terima, mereka memaksa Imam Nasa’i agar meriwayatkan juga hadis keutamaan Mu’awiyah. Beliau menjawab, “Tidak cukupkah Mu’awiyah tidak disebut-sebut, mengapa ia harus diberi keutamaan?!”
Dalam riwayat lain Imam Nasa’i menjawab, “Aku tidak mengetahui bahwa ia punya keutamaan, kecuali hadis yang mengatakan, ‘Semoga Allah tidak membuatnya kenyang.’”[10] Mendengar jawaban itu, spontan mereka menyerangnya, menginjak-nginjak kemaluannya dan menendang-nendangnya. Setelahnya, beliau dibawa keluar dari masjid dalam keadaan cedera parah dan dilarikan ke luar Damaskus, sesampainya di kota Ramalah-Paletina, beliau wafat pada hari senin tanggal 13 Shafar tahun 303 H.[11] Semoga Allah Merahmati beliau.
Abusalafy:
Nah, sekarang coba Anda bandingkan dengan sikap para Salafiyyûn terhadap abusalafy… ketika abusalafy enggan membawakan hadis-hadis palsu keutamann Mu’awiyah mereka segera mengenac abusalafy sebagai Syi’ah! Dan ketika abusalafy membongkar bukti-bukti kemunafikan Mu’awiyah mereka pun mengecam abusalafy sebagai Rafidhah!
Jadi jelas mereka adalah musuh berbahaya Ahlusunnah!
Abu Bakar Muhammad ibn Musa ibn Ya’qub ibn Al Ma’mun Al Hasyimi berkata, “Aku mendengar banyak kalangan mengecam an Nasa’i karena ia mengarang kitab Khashaish Ali ibn Abi Thalib ra. dan tidak mengarang kitab tentang keutamaan Abu Bakar, Umar dan Utsman ra., lalu aku sampaikan kepada beliau hal itu. Beliau menjawab, “Kami masuk ke kota Damaskus sementara penduduknya banyak yang menyimpang dari Ali, lalu aku mengarang buku itu dengan harapan mereka mendapat hidayah Allah…” Beliau, kata Abu Bakar, pernah ditanya, “Mengapa Anda tidak meriwayatkan keutamaan Mu’awiyah?” Maka beliau menjawab, “Apa yang akan aku riwayatkan? Apa hadis ‘Semoga Alah tidak membuat perutnya kenyang.”! Setelahnya An Nasa’i diam dan si penegur bungkam.
Abusalafy:
Jelas yang keberatan terhadap Imam an Nasa’i pasti adalah kaum Nashibi; pendahulu para pembenci Ahlulbait di zaman kita ini!
Oleh sebab itu, Imam Nasa’i juga tidak selamat dari tuduhan sebagai Syi’ah, seperti yang telah lewat katakan Ibnu Taimiyah dalam tuduhannya, ia berkata, “Dan Tasyayyu’-nya al Hakim dan yang semisalnya dari para ahlil ilmi/para ulama seperti an Nasa’i dan Ibnu Abdil Barr dan yang semisalnya tidak sampai mengutamakan Ali di atas Abu Bakar dan Umar. Dan tidak ada di kalangan Ahli Hadis/ulama hadis yang mengutamakan Ali di atas keduanya. Tetapi puncak kesyi’ahan mereka adalah mengutamakan Ali di atas Utsman. Atau membicarakan Utsman atau berpaling dari menyebut-nyebut kebaikan orang yang memerangi Ali dan yang semisalnya, …”[12]
Imam Nasa’i, dituduh Syi’ah (seperti ulama lainnya) karena dua alasan; pertama, ia mengarang kitab Khashaish dan kedua, karena ia dianggap merendahkan Mu’awiyah. Demikian dikatakan Abu Ishaq Al Hawaini. Kemudian ia membela Nasa’i, antara lain ia mengatakan bahwa tidak benar beliau merendahkan Mu’awiyah. Beliau sangat hormat dan menyanjung tinggi Mu’awiyah.
Penutup
Jadi saya tidak akan perpanjang lagi tanggapan saya atas tuduhan murahan para agen Wahhâbi yang sedang menjalankan egenda besar permusuhan dan pemecah-belahan umat Islam!
[1] Abu Zuhrah;Tarikh al-Madzahib al-Islamiyah:33.
[2] M. Farid Wajdi; Dâirah alMa’ârif,5\4244.
[3] Ibnu Hajar al Asqallâni; Hadyu al Sâri Mukaddimah Fath al Bâri,2/213.
[4] Muhammad ibn Aqil ibn Yahya Al Alawi. Al ‘Atbu Al Jamil:9-10.
[5] Siyar A’lâm Al Nubalâ’,16/457.
[6] Al Isti’ab, 3/1090. Demikian juga Ibnu Khaldun, seperti dikutip Abu Zuhrah dalam Tarikh Al Mazahib Al Islamiyah:33.
[7] Adz Dzahabi, Mîzân al I’tidâl,1/5-6.
[8] Minhâj as Sunnah,7/372-374.
[9] Wujub Al Himyah ‘An Madhâr ar Ruqyah; Allamah Sayyid Abu Bakar Abdur Rahmân ibn Syihabuddin Al Alawi Al Husaini al Hadhrami asy Syâfi’i (salah seorang ulama besar Hadhramauit dari keturunan Habib dan guru besar Universitas Darul Ulum, Haidar Abaad-India):65 cet. Penerbit Al Imam- Singapora, thn.1328 H.)
[10] Kata riwayat, bahwa suatu hari Rasulullah saw. memerintah seorang untuk memanggil Mu’awiyah. Setelah dipanggil, Muawiyah tidak segera datang, ia berkata kepada utusan Rasulullah saw. agar mengatakan kepada Nabi bahwa dia masih makan. Dan setelah berulang kali, tetap jawabannya sama, Nabi mendoakan Mu’awiyah dengan doa seperti dalam hadis di atas. Dan isnya Allah saya akan kembali menjelaskan tentang hadis di atas dalam artikel khusus tentangnya.
[11] Baca Wafayât Al A’yân; Ibnu Khallikan, tentang biodata Imam An Nasa’i, Mukaddimah Khashaish Imam Ali oleh Abu Ishaq Al Hawaini.
[12] Minhâj as Sunnah,7/372-374.